6.29.2009

Berutang bagi sebagian orang mungkin terasa tabu.. Pernah saya membaca sebuah artikel di koran, bahwa Sang Penulis tidak pernah memiliki hutang selama hidupnya. Maka dari itu, sampai Beliau menulis artikelnya di koran, hidupnya selalu tenang..

Bagaimana dengan orang yang berusaha? Berwirawasta?

Saya rasa, berhutang adalah hal yang terhormat, sejauh hutang itu bisa kita bayar dan lunasi sesuai janji kita. Mengenai berhutang ini, saya sangat setuju dengan uraian Pak Arifin Panigoro, Founder Medco Group dalam bukunya, “Berbisnis itu tidak mudah”. Di situ dikatakan bahwa, hutang itu harus dibayar, bagaimanapun caranya. “Jika kamu tidak mampu, ya, jual harta yang kamu punya. Jangan melarikan diri dari kewajiban.” Petikan kalimat yang terlontar dari Ayah Arifin itu yang sangat menginspirasi buat saya..

Berbicara mengenai hutang, jadi teringat dulu sewaktu saya berjualan pulsa elektronik yang pelanggannya teman-teman sendiri. “Bi, tolong isiin pulsa gw ya, ke nomor ini.. Bayarnya nanti kalo kita ketemu”, begitu pesan yang tertulis di layar HP saya. Segera jari jemari ini mengetik nomor yang dimaksud, dan pulsa teman pun sudah terisi.

Masalah timbul ketika pembayaran tak kunjung tiba. Kalo temen saya yang baik, begitu ketemu langsung bayar. Yang semi baik, begitu ketemu, dia tau punya utang, dan bilang :’Bi, gw belum punya duit, bayarnya ntar ya”, katanya. Setidaknya itu lebih baik, dia sadar punya kewajiban, dibanding ada orang yang pura-pura lupa akan kewajibannya. Ntah itu dia lupa beneran, atau dilupa-lupain.

Nah mengenai yang lupa, boleh dong kita tagih. Namun ternyata, menagih hutang pun ada seninya. Ini pernah kejadian, dan kejadian ini saya alami sendiri. Pernah suatu saat saya memberi kode dan menanyakan perihal piutang yang saya punya, eh orang itu malah marah sama saya. Malu lah katanya, kok ditagih hutang di depan orang. Padahal saya udah membuat kode yang kayaknya menurut saya, hanya saya dan teman saya itu yang mengerti. Lagian punya utang kok malu. Yang malu itu punya utang dan gak mau bayar utang, itu menurut saya sih hehe..

Kembali mengenai topik sesuai judul di atas.. Bagaimanapun caranya, utang harus tetep dibayar. Mau langsung lunas bisa.. Mencicil bisa, atau bikin perjanjian ulang mengenai kesepakatan perjanjian pembayaran utang. Mau gali lubang tutup lubang juga bisa, yang penting janji kita terpenuhi. Tapi untuk yang gali lubang tutup lubang, ini mesti sesuai dengan kemampuan kita. Jangan sampe malah membunuh kita pelan-pelan.

Khusus yang gali lubang tutup lubang, ternyata saya baru mengerti.. Kartu kredit, yang biasanya dipake orang untuk kegiatan konsumtif, bisa lho kita gunakan untuk bayar utang atau sesuatu yang lebih produktif. Dengan cara ini, setidaknya napas kita bisa lebih panjang hehhee…

Untuk tau caranya, akan saya tulis di artikel selanjutnya.. Sederhana saja kok, anak kecil yang paham matematika juga sudah mampu melaksanakanya.. =)

sang pejuang takdir

Suatu hari, saya pernah mendengar anak muda, yang usianya sebaya dengan saya. Menanyakan pada salah seorang pengusaha besar di Bandung tentang bagaimana memulai usaha dengan modal dengkul.

“Pake apa yang kamu punya”, begitu jawabnya dari pertanyaan, mulai darimana saya harus memulai, yang ditanyakan oleh si anak muda tadi. Kebetulan, anak muda tadi memiliki kartu kredit. “Nah pake saja kartu kredit itu sebagai modal”, katanya ringan.

Heik? pake modal dengan kartu kredit? tidak salah tu? bukannya kartu kredit itu merupakan sarana “membunuh” pelan pelan? Iya, saya katakan membunuh dalam tanda kutip, karena saking banyaknya orang mengeluh dalam pembayaran kartu kredit yang bunganya sangat melilit..

Setidaknya itu dulu pendapat saya tentang kartu kredit. Dulu juga saya mah paling gak mau kalo ditawarin kartu kredit teh. Belum perlu.

Sampai suatu saat saya ditawari oleh marketing kartu kredit Bank BNI. Namanya Mbak Sofi (halo Mbak Sofi, saya minta izin ya namanya ditulis di sini hehe..). “Pak Wibi, mau saya uruskan untuk membuat kartu kredit?”, tanyanya dalam telepon. “Gak ah, saya belum perlu”, jawab saya.

Sebelumnya, saya tanya, tau darimana kontak saya. Ternyata Mbak Sofi direkomendasikan oleh rekan kuliah saya, yang juga pernah ditawari kartu kredit.

Setelah beberapa kali Mbak Sofi “merayu”, akhirnya saya setuju. “Ya udah, dateng aja ke laundry di Tubagus untuk ambil syarat-syaratnya”, saya menutup pembicaraan di telepon. Setelah melalui prosesnya, ternyata kartu kredit yang diajukan tidak disetujui. Dan dari surat yang saya terima dari Bank BNI, disitu dituliskan bahwa Anda boleh kembali mengajukan kartu kredit setelah 6 bulan dari tanggal yang tercetak di surat tersebut. Ya udah gak papa kok, toh saya juga gak butuh-butuh amat kartu kredit. Jadi ya, teu nanaon ditolak oge..

Pengalaman ditolak itu terjadi beberapa kali saat saya mengajukan kartu kredit. Ya yang mengajukan, tapi sebenarnya pada kenyataannya, saya yang “dirayu” oleh marketing sebuah bank. Itu juga pernah terjadi di Bank BCA. Ditolak juga. Teu nanaon-lah ceuk saya teh.. Nah pernah juga ni ke Bank Mandiri, malah ini mah gak direspon sama sekali perihal syarat-syarat yang saya lampirkan.

Dan pada akhirnya, pada suatu hari, Mbak Sofi dari Bank BNI kembali menelepon saya. “Pak Wibi,gmana mengenai aplikasi kartu kreditnya? Mau dicoba lagi?”, tanyanya. “Soklah mangga”, kata saya ringan. Setelah melalui beberapa proses, ternyata untuk yang ini, langsung di-approve..

Ternyata betul kata orang-orang bijak itu.. Kalo gagal, coba lagi, gagal, coba lagi, gagal? coba sekali lagi.. Sepanjang Anda menikmati prosesnya, kegagalan hanyalah sebuah batu kecil tempat kita berpijak untuk melangkah menuju keberhasilan yang kita inginkan.

Jadi mau bermodal dengan kartu kredit? Hitung cermat untung dan ruginya!!